Rabu, 04 Mei 2011

Gugatan dituding cari sensasi, Bank UOB Buana dinilai hina pengadilan - Primaironline - 4 Mei 2011

Gugatan dituding cari sensasi, Bank UOB Buana dinilai hina pengadilan

Rabu, 04-Mei-2011 (19:14:12 WIB) | Khresna Guntarto

Jakarta - Nasabah yang dipukuli debt collector PT Bank UOB Buana, Muji Harjo, 39, menyatakan gugatan balik (rekonvensi) yang menyebut dirinya hanya mencari sensasi dengan menggugat bank tersebut merupakan bentuk penghinaan terhadap pengadilan. Muji Harjo menuntut ganti rugi materil Rp74 juta dan immaterial Rp10 miliar kepada Bank UOB Buana.

"Mohon yang mulia majelis hakim mempertimbangkan tudingan "hanya mencari sensasi" ini sebagai penghinaan terhadap Pengadilan," kata kuasa hukum Muji, Sonny Singal, dalam repliknya, sebagaimana dikutip, Rabu (4/5).

Menurut Sonny, dalih UOB Buana yang menyatakan nasabah Muji Harjo hanya mencari sensasi sungguh sangat tidak berdasar. Pasalnya, nasabah Muji Harjo hanya berupaya mencari keadilan dengan jalan mengajukan gugatan kepada UOB Buana

"Gugatan ini adalah jauh sebelum masalah-masalah serupa Perbuatan Melawan Hukum UOB Buana ini mencuat di permukaan masyarakat dan menjadi sorotan para penegak hukum," tegas Sonny.

Sonny melanjutkan, terkait dengan penilaian bahwa gugatan prematur, UOB Buana dinilai berusaha untuk tetap menghindar dari tanggung jawab. Padahal, sangat tegas nasabah Muji Harjo sudah menguraikan dalam gugatan bahwa UOB Buana telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata jo. Pasal 1367 ayat (1), Pasal 1367 ayat (3).

"Gugatan nasabah Muji Harjo bukan menuntut pelaku dugaan tindak pidana seperti dalih-dalih UOB Buana yang dengan panjang lebar menjelaskan secara terperinci perbuatan yang telah dilakukan oleh rekanan UOB Buana, karena tiap-tiap perbuatan subyek hukum mempunyai implikasi dan tanggung jawab masing-masing baik di segi Perdata maupun di segi Pidana," paparnya.

Dalam replik ini, pihak nasabah Muji Harjo juga meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung (PN Bandung) menolak eksepsi yang menyebut PN Bandung tidak berwenang mengadili perkara ini. UOB Buana sengaja mengabaikan edudukan kantor cabang UOB Buana di Bandung.

"Bahwa dalih UOB Buana ini sungguh sangat disayangkan untuk ukuran sekaliber UOB Buana yang sudah punya kantor cabang tidak hanya di pulau Jawa, atau memang UOB Buana tidak mengerti akan kedudukan kantor cabang ???" kata Sonny.

Nasabah PT Bank UOB Buana, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap bank tersebut karena tindakan penagih utang (debt collector) yang melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan luka parah, yakni pendarahan pada mata dan retaknya tulang mata serta tulang kening tengkorak.

Dalam gugatannya, nasabah yang bernama Muji Harjo (39) ini mengajukan tuntutan ganti rugi materil sebesar Rp74 juta dan immateril Rp10 miliar kepada PT Bank UOB Buana.

Citigroup : Kami Mohon Maaf - Vivanews 2 Mei 2011

Citigroup: Kami Mohon Maaf


» Kantor Cabang Citibank di California Amerika Serikat


Nur Farida Ahniar | Senin, 2 Mei 2011, 23:46 WIB

VIVAnews- Citigroup yang berpusat di Amerika Serikat mengangap serius dua kasus yang menimpa Citibank Indonesia. Vice Chairman Citigroup, Lew Kaden, datang ke Indonesia untuk bertemu dengan karyawan Citibank dan sejumlah lembaga pemerintah.

Lew Kaden  mengatakan pihaknya berkomitmen mengembalikan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Citibank. Seperti diketahui, Citibank mengalami dua persoalan terkait meninggalnya nasabah kartu kredit, Irzen Octa dan penggelapan dana oleh mantan karyawannya, Malinda Dee.  "Manajemen senior kami memperlakukan kedua persoalan tersebut dengan sangat serius," kata Kaden dalam rilisnya.

Kaden menyesalkan kedua insiden yang terjadi dan dampak yang diakibatkan baik kepada nasabah Citibank maupun masyarakat Indonesia. Citibank juga berupaya mendukung proses hukum dan bersikap koperatif demi kelancaran investigasi pihak yang berwajib.

Ia juga menyampaikan ucapan bela sungkawa atas kematian Irzen Octa.
"Saya memastikan bahwa kami beritikad baik untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan keluarga almarhum. Apabila sikap kami dirasakan tidak sesuai dengan harapan, kami mohon maaf," ujarnya.

Terkait dengan penggelapan, Lew Kaden menegaskan Citibank tidak mentoleransi bentuk-bentuk kejahatan semacam itu. Citibank telah bekerja sama dengan Bank Indonesia dalam memperkuat sistem internal untuk mencegah penggelapan dana nasabah dan memperbaiki praktik penagihan utang kartu kredit. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan merekrut lebih dari 1.400 staf penagihan yang sebelumnya merupakan karyawan outsourcing.

Korban Debt Collector Minta Polisi Bertindak Tegas

Korban Debt Collector Minta Polisi Bertindak Tegas

Arief Pratama

INILAH.COM, Bandung - Maraknya kasus penganiayaan oknum debt collector (penagih utang) yang ditunjuk pihak bank, membuat sejumlah korban geram. Mereka meminta polisi menindak tegas pelaku dengan menangkap oknum debt collector tersebut.

Muji Harjo (39), salah seorang korban penganiayaan oleh oknum penagih utang, meminta polisi menindak tegas pelaku penganiayaan tersebut karena cara kerja mereka membuat takut nasabah bank.

Pengacara Muji, Sonny Singal mengatakan, kliennya merupakan korban penganiayaan oknum debt collector Bank OUB Buana pada Mei 2010 lalu.

"Saya mengimbau Polda Jabar segera menangkap pelaku peganiayaan dengan inisial SP yang merupakan debt collector dari bank UOB Buana yang melakukan penganiayaan terhadap Muji Harjo," ujar Sonny saat ditemui di kediaman Muji di Jalan Pungkur Kota Bandung, Rabu (6/4/2011).

Sony berharap, marak terungkapnya modus penagihan utang yang dilakukan oknum debt collector seharusnya disikapi polisi dengan bekerja cepat dan profesional.

"Saya rasa saat ini kan lagi marak, seharusnya polisi bisa membongkar jaringan kegiatan oknum debt collector, yang selalu menggunakan kekerasan dalam setiap penagihan," tutur Sonny .

Ia memaparkan, penganiayaan kliennya terjadi pada 13 Mei 2010. Saat itu, kliennya didatangi dua penagih utang dari Bank UOB Buana.

"Klien saya yang saat itu memiliki utang sebesar Rp12 juta kepada bank tersebut. Setelah menagih dengan kata-kata kasar, Muji langsung dipukuli hingga mengalami luka-luka di bagian muka dan mengalami pembengkakan di rahang gusi dan pipinya," ujar Sonny.

Muji sendiri telah melaporkan kasusnya ke Polsek Sumur Bandung pada hari itu juga. "Klien saya melapor sesuai dengan LP yang dibuat polsek setempat dengan nomor LP/845/V/2010/JBR/WIL TBS BDG/RESTA BDG TGH/SEKTA SMR BDG tanggal 13 Mei 2010 atas nama pelapor Muji Harjo," ujar Sonny.

Selain malaporkan oknum debt collector tersebut secara pidana ke polisi, pihaknya pun menggugat perdata Bank OUB Buana. Sidang perdana kasus ini digelar 24 Feberuari lalu di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata.

Pasalnya, akibat penganiayaan, kliennya mengalami luka parah hingga harus dirawat inap selama 3 hari di RS Borromeus Bandung. Pihak menggugat bank tersebut sebesar Rp10 miliar untuk kerugian imateriil dan materiil Rp75 juta.[den]

UOB Buana Tak Bersedia Ganti Rugi Korban Debt Collector

UOB Buana tak bersedia ganti rugi korban debt collector

Minggu, 10-April-2011 (18:17:00 WIB)
Primaironline.com Khresna Guntarto

Jakarta - Kegagalan proses mediasi PT Bank UOB Buana dan nasabah yang mendapatkan
pemukulan dari debt collector, Muji Harjo rupanya disebabkan atas sikap dari bank
tersebut yang merasa tidak bertanggung jawab.

Kuasa hukum Muji Harjo, Sonny Singal menyatakan keberatan dengan sikap UOB Buana
yang tidak bersedia sama sekali memberikan ganti rugi.

"Ganti rugi yang ditawarkan UOB Buana nol. Jadi mereka hanya mengatakan bahwa ganti
rugi akan diberikan oleh perusahaan out sourcing (PT Goti Wai Sarut) sebesar Rp25
juta untuk pengobatan dan Rp3,3 juta untuk biaya rumah sakit sebelumnya," kata
Sonny, di Jakarta, Minggu (10/4).

Sonny mengatakan tawaran itu tidak sesuai dengan inti gugatannya yang menuntut
tanggung jawab UOB Buana. Menurut dia, PT Goti Wai Sarut yang memperkerjakan pelaku
pemukulan bukanlah tergugat utama dalam perkara ini. "Berdasarkan
peraturan-peraturan yang kami pelajari Bank UOB Buana yang seharusnya bertanggung
jawab atas tindakan debt collectornya," kata dia.

Selain itu, dalam proses mediasi yang berlangsung pada Jumat (8/4) lalu di Bandung,
Sonny juga keberatan karena Direksi UOB Buana pusat di Jakarta tidak hadir
sebagaimana dijanjikan oleh kuasa hukum bank tersebut. "Yang hadir hanya bagian
legal UOB Buana yang didampingi kuasa hukumnya. Atas hal ini saja saya sudah
keberatan. Mereka tidak memberitahukan kalau yang datang bukan Direksi," kata dia.

Perkara ini sendiri sudah disepakati dilanjutkan masuk proses persidangan sejak
Selasa (5/4) lalu. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan proses mediasi tetap
berjalan. Namun, dengan adanya tawaran mediasi yang tidak adil itu membuat kubu
penggugat ini semakin yakin dengan tuntutannya. Rencananya, sidang akan dilanjutkan
pada 19 April 2011 mendatang di Pengadilan Negeri Bandung.

Muji, nasabah PT Bank UOB Buana, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH)
terhadap bank tersebut karena tindakan penagih utang (debt collector) melakukan
penganiayaan hingga mengakibatkan  pendarahan pada mata dan retaknya tulang mata,
serta tulang kening tengkorak. PT Bank UOB Buana digugat tuntutan ganti rugi materil
sebesar Rp74 juta dan immateril Rp10 miliar.

Muji Minta Pertanggung Jawaban Bank UOB Buana

Selasa, 19/04/2011 13:51 WIB
Jadi Korban Debt Collector, Muji Minta Pertanggungjawaban Bank
Avitia Nurmatari - detikBandung



<p>Your browser does not support iframes.</p>
Bandung - Muji Harjo, nasabah Bank UOB Buana yang mengalami penganiayaan debt collector hingga kini masih menuntut pertanggungjawaban dari pihak bank. Sejak penganiayaan yang terjadi 13 Mei 2010 lalu, Muji sudah beberapa kali mencoba menemui pihak bank namun tidak ada tanggapan, hingga akhirnya Muji menempuh jalur hukum.

Muji pun memberikan somasi kepada pihak bank pada 27 September 2010 melalui kuasa hukumnya. Kemudian pada 12 Oktober 2010 berdasarkan suratnya No 10/LGL/0403 Bank UOB Buana memberikan jawaban somasi yang menyatakan tidak mau bertanggung jawab karena penganiayaan tersebut melakukan tanggung jawab debt collector.

Muji sempat diundang untuk mediasi dengan pihak Bank. Namun tidak juga menemukan titik temu. Mediasi terakhir dilakukan 8 April 2011 lalu.

"Di luar pengadilan, pihak Bank meminta kami untuk bertemu lagsung dengan orang Bank UOB Buana. Pada pertemuan itu, pihak bank mengatakan perusahaan outsourcing yang merekrut debt collector tersebut akan mengganti rugi Rp 25 juta untuk operasi dan Rp 3 juta yang telah dikeluarkan untuk perawatan pasca penganiayaan," ujar Kuasa Hukum Muji Harjo, Sonny Singal kepada detikbandung di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (19/4/2011).

Menurut Sonny, pihak bank yang seharusnya ikut bertanggung jawab justru tidak berniat mengeluarkan seperser pun untuk mengganti kerugian materil maupun immateril yang dialami oleh Muji.

"Semua biaya perawatan dan operasi yang ditawarkan itu dari pihak outsourcing. Tapi dari pihak bank tidak ada. Pihak bank menyatakan secara tegas tidak ada, alasannya karena mereka tidak bersalah," jelas Sonny.

Pelaku penganiayaan bekerja sebagai debt collector di Bank UOB Buana dengan naungan perusahaan outsourcing yakni PT Goti Wai Sarut. Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan dari saksi, diketahui yang melakukan penganiayaan adalah seorang pria bernama Sony D F Pattikawa.

Penganiayaan tersebut mengakibatkan luka parah, yakni mata kiri Muji mengalami pendaraham dengan tulang mata dan tulang kening retak. Kaca mata pecah, kulit sekitar mata dan hidung sobek dan berdarah.

Hari ini digelar sidang dengan agenda jawaban dari tergugat. Kuasa Hukum Muji menyatakan akan mengkaji terlebih dahulu jawaban dari tergugat. "Kita akan kaji dulu, nanti hasilnya minggu depan di sidang selanjutnya," ujar Muji.

Minggu, 01 Mei 2011

Citibank Ditutup Jika Terbukti Bersalah - Kompas.com 8 April 2011



Bisnis & Keuangan

8 April 2011 | 10.02 WIB

Citibank Ditutup jika Terbukti Bersalah

JAKARTA, KOMPAS.com — Sanksi sementara bagi Citibank datang bertubi-tubi. Setelah tak boleh menambah nasabah baru layanan Citigold, Citibank kini dilarang menawarkan kartu kredit. Bank asal Amerika Serikat ini juga masih menghadapi ancaman vonis lain yang jauh lebih berat: jika penyelidikan membuktikan ada keterkaitan Citibank dengan kematian Irzan Octa, bisnis bank ini di Indonesia bisa berakhir.

click to enlarge

Kemungkinan pencabutan izin Citibank merupakan salah satu rekomendasi Komisi XI DPR. DPR meminta Bank Indonesia (BI) menjatuhkan sanksi seberat-beratnya jika debt collector rekanan Citibank terbukti bersalah. "Sanksinya bisa pembekuan izin kartu kredit, izin operasional di Jakarta atau di Indonesia," kata Emir Moeis, Ketua Komisi XI, Kamis (7/4/2011).

Dalam surat rekomendasi itu, DPR tidak menyebutkan bentuk sanksi secara spesifik karena hal tersebut kewenangan BI. Maka itu, DPR menggunakan kalimat "sanksi seberat-beratnya". "Jika terbukti bersalah dan BI tak memberikan sanksi tegas, kami mengevaluasi Dewan Gubernur BI," ancam Emir, politisi PDI-P ini. DPR akan menyampaikan rekomendasi kepada BI dan Citibank hari ini, Jumat (8/4/2011).

Khusus di bisnis kartu kredit, untuk sementara Citibank dilarang mencari nasabah baru mulai efektif Senin (11/4/2011) nanti . "Kami meminta Citibank menghentikan ekspansi atau tidak mengakuisisi nasabah baru di Citigold dan kartu kredit sambil menunggu pemeriksaan BI," kata Difi Ahmad Johansyah, Kepala Biro Humas BI, Kamis (7/4/2011). Larangan ini akan terus berlangsung hingga bank sentral mengumumkan hasil audit.

Country Corporate Affairs Citibank Indonesia Ditta Amahorseya mengaku telah menerima surat pemberitahuan dari BI terkait penghentian ini. "Kami baru mau merapatkan masalah ini karena suratnya baru kami terima tadi siang. Tolong beri kami waktu sebentar," kata Ditta kepada KONTAN semalam.

Saat ini bisnis kartu kredit menjadi salah satu sumber keuntungan Citibank. BI mendapuk Citi sebagai pemain terbesar. Per Februari 2011, bank ini telah mengedarkan lebih dari 2,1 juta kartu kredit atau 15,22 persen dari total kartu kredit di Indonesia.

Sebelumnya, VP Customer Care Center Head Citibank Hotman Simbolon menyatakan, Citibank Indonesia kehilangan potensi bisnis lebih dari Rp 12 miliar per hari akibat suspensi Citigold. "Hukuman buat Citibank ini mahal," kata Hotman. (Bernadette Christina Munthe, Roy Franedya/Kontan)

 

⁠Editor: Erlangga Djumena ⁠ ⁠Sumber : KONTAN⁠

Pimpinan Citibank Indonesia Bisa Dipidana dan Dituntut Ganti Rugi - Primaironline.com 1 April 2011

01 April 2011 | 11:04 | Hukum

Pimpinan Citibank Indonesia bisa dipidana & dituntut ganti rugi
Khresna Gunarto



David Tobing (Khresna/Primair)

Jakarta - Direksi Citibank Indonesia bisa dimintakan tanggung jawab secara hukum, baik perdata maupun pidana atas meninggalnya Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) Irzen Octa (50).

Praktisi hukum perlindungan konsumen, David ML Tobing, mengatakan, Citibank harus tanggung jawab atas meninggalnya nasabah kartu kredit itu. "Tindakan Citibank itu jelas melanggar Surat Edaran Bank Indonesia (BI)," kata David, kepada primaironline.com , Jakarta, Jumat (1/4).

Menurut David, berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.11/10/DASP, tanggal 13 April 2009 khususnya halalaman 39 Ayat b, disebutkan bahwa penerbit (bank) harus menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain, tidak melakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.

Dalam poin berikutnya di Surat Edaran BI itu, lanjut David, dalam perjanjian kerjasama antara Penerbit dan pihak lain untuk melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit tersebut harus memuat klausula tentang tanggung jawab penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbul. "Akibat dari kerjasama dengan pihak lain tersebut," tegas dia.

Oleh sebab itu, kata David, pertanggungjawaban bisa dimintakan kepada Citibank. Mengingat tindakan penanggihan kepada Irzen Octa mengakibatkan kematian, maka jelas Direksi Citibank bisa dimintakan tanggung jawab secara pidana terkait kelalaian atas pemukulan oleh pihak lain yang menjadi bawahannya itu. "Harus dilihat strukturnya lagi siapa pimpinan/direksi yang paling tinggi di Citibank Indonesia. Dia itu yang bisa dimintakan tanggung jawabnya," papar dia.

Selain itu, keluarga Irzen Octa bisa menuntut ganti rugi secara perdata di pengadilan. Pasalnya segala perbuatan penagih didasarkan atas kerjasama yang pertanggungjawabannya tidak bisa dipisahkan dengan Citibank. "Pihak korban bisa menuntut ganti rugi. Tuntutan ganti rugi ini pernah dilakukan oleh salah satu nasabah UOB Buana, Muji Harjo yang dipukuli Debt Collector," ujar David mencontohkan.

Seperti diberitakan, Irzen Octa meninggal dunia saat mau melunasi tagihan kartu kredit yang membengkak dari Rp48juta sampai Rp100 juta. Irzen bertemu dengan tiga orang di salah satu ruangan Kantor Citibank, Menara Jamsostek. Korban kemudian tewas di kantor depan kantor tersebut. Dengan bukti di lokasi ruangan banyak bercak darah korban, akhirnya 3 orang yang menemui Irzen tersebut menjadi tersangka.
(new)

DPR Tuding BI Lelet Tanganii Kejahatan Bank - Batvia.com 7 April 2011

Batavia Kita


DPR Tuding BI Lelet Tangani Kejahatan Bank
Berita Ekbis - Dibaca: 19 kali

Kamis, 07 April 2011 | 15:51:53 WIB

- Anggota DPR RI -

batavia.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuding kinerja Bank Indonesia (BI) sangat lelet dalam menangani masalah kejahatan bank yang akhir-akhir semakin merebak. Bahkan BI gagal melakukan fungsi pengawasan bank.

"Beberapa kasus kejahatan bank yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan buruknya pengawasan Bank Sentral. BI sibuk ngurusi internal, padahal masalah eksternal perbankan terus bergejolak. Malah BI terkesan santai-santai saja," ungkap Maruara Sirait, anggota Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis (7/4).

Selain itu, sambung dia, BI tidak tegas dalam menetapkan sanksi terhadap bank-bank yang melanggar prinsip-prinsip internal control mereka. Kasus Citibank dan Bank UOB Buana, dimana nasabah kartu kredit mendapat perlakuan kekerasan oleh debt collector mereka, ternyata tak ada sikap tegas BI.

“Akibatnya kolusi yang dilakukan oleh orang dalam gampang terjadi. Namun Bank Indonesia tidak bisa mengantisipasi hal tersebut. Ini kan memprihatikan, padahal salah satu tugas utama BI adalah bank pengawas perbankan, tapi saat terjadi kejahatan di Perbankan, BI tak berkutik," paparnya.

Politisi PDIP juga mempertanyakan kepada BI sanksi apa yang bisa diberikan kepada Citibank karena tidak mengindahkan perintah bank sentral, terkait pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee. “Harus ada equal treatment. Bank kita kalau di Amerika melakukan semacam ini akan diberi sanksi? sementara BI belum ada action cepat,” katanya dengan nada kecewa.

Hal senada dilontarkan Wakil Komisi XI, Harry Azhar Azis mengkritisi sistem pengawasan perbankan yang lemah oleh BI, terkait maraknya kasus debt collector Citibank dan pembobolan dana nasabah.

"BI seharusnya bertanggung jawab. Tidak bisa lepas tangan dan tutup mata. Saya amati, BI terkesan menunggu, tidak ada action melakukan langkah cepat agar masalah ini tidak semakin berlarut-larut. Padahal, masalah itu semua sudah ada dalam aturan BI, namun BI tak banyak berkutik,” tuturnya.

Kemal Stamboel, anggota Komisi XI lainnya menilai harus ada perbaikan di sisi standar etika dalam operasional kerja maupun transaksi bank. "Sekarang ini standar etika tersebut seakan dilupakan akibatnya persaingan industri perbankan yang semakin ketat dan jumlah bank yang banyak. BI jangan tinggal diam untuk mengatasi masalah ini," pintanya. o end

Hendardi

Trimedya Panjaitan, SH

 Semoga menjadi media yang terdepan dalam  mengungkap kebenaran

- Pengacara -

Jhonson Panjaitan


Polisi Tahan Karyawan Citibank - Vivanews 13 April 2011

Polisi Tahan Karyawan Citibank


» Tiga tersangka pembunuh nasabah Citibank


Bayu Galih, Sandy Adam Mahaputra | Rabu, 13 April 2011, 12:08 WIB

VIVAnews - Penyidik Polres Jakarta Selatan menahan karyawan Citibank berinisal BYT terkait tewasnya, Irzen Octa, di kantor Citibank cabang Menara Jamsostek, Lantai 5, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Sebelumnya BYT hanya dikenakan wajib lapor meski telah berstatus tersangka.

"Unsurnya telah terpenuhi dan dikhawatirkan melarikan diri, jadi kami lakukan penahanan," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Baharudin Djafar, di Jakarta, Rabu 13 April 2011.

Menurut dia, tersangka ditahan karena dianggap tengah memenuhi unsur obyektif dan subyektif dalam kasus ini.

Kepala Satuan Reskrim Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Polisi Budi Irawan, menerangkan hingga kini telah lima tersangka yang ditahan di Polres Jakarta Selatan karena diduga telah mengakibatkan kematian Irzen yang saat itu hendak menyelesaikan permasalahan utang kartu kredit Citibank.

Kelima tersangka masing-masing terdiri atas dua karyawan Citibank  berinisial BYT dan A, serta tiga debt collector berinisial H, D, dan HS.

Kelima tersangka dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan bersama dan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman penjara lebih dari lima tahun.

Selain itu, tersangka juga dikenakan Pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan seseorang dengan ancaman hukuman penjara 12 tahun juncto Pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

Sebelumnya, Irzen meninggal dunia saat mendatangi kantor Citibank di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan, Selasa 29 Maret 2011, guna mengklarifikasi tunggakan kartu kreditnya yang mencapai Rp100 juta.

Saat mendatangi kantor Citibank, Irzen diduga mendapatkan intimidasi dan penganiayaan ringan hingga meninggal dunia.

Keluarga Irzen Octa Gugat Citibank Rp 3 Trilyun - Vivanews 14 April 2011

Ita Lismawati F. Malau, Desy Afrianti | Kamis, 14 April 2011, 11:37 WIB

VIVAnews - Keluarga debitor Citibank, Irzen Octa, resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menuntut ganti rugi kepada Citibank. Melalui pengadilan, keluarga menuntut Citibank membayar ganti rugi senilai total Rp3 triliun.

Gugatan itu dilayangkan karena keluarga menilai tindakan penagihan utang oleh debt collector bank tersebut mengakibatkan kematian Irzen yang juga Sekjen Partai Pemersatu Bangsa itu.

"Atas dasar tindakan melawan hukum yang dilakukan tergugat, maka penggugat mengalami kerugian materiil maupun immateriil, karenanya penggugat berhak menuntut tergugat agar membayar ganti rugi materiil sebesar Rp1 triliun dan immateriil Rp2 triliun," kata kuasa hukum keluarga Irzen, OC Kaligis usai mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 14 April 2011.

Menurut Kaligis, tindakan penagihan oleh debt collector dengan cara yang melanggar hukum dilarang oleh ketentuan perundang-perundangan, seperti Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia. "Selain itu, dalam ketentuan Federal Trade Commission Amerika Serikat yang mengatur perihal debt collector, cara-cara yang melanggar hukum tersebut juga dilarang," terangnya.

Oleh karena itu, dia menilai Citibank bisa diminta pertanggungjawaban secara perdata berdasarkan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata. "Gugatan ini dilayangkan kepada Citibank Amerika Serikat karena mereka turut bertanggung jawab," jelasnya.

Kaligis mengungkapkan, gugatan didaftarkan karena somasi yang dilayangkan keluarga Irzen sebelumnya tidak digubris pihak Citibank. Dalam somasi itu, keluarga meminta tanggungan biaya hidup keluarga setidaknya sampai anak-anak  Irzen selesai sekolah. "Kami meminta Rp30 miliar untuk ganti rugi. Tapi secara arogan mereka tak mau bertanggung jawab," jelasnya.

Kejadian ini bermula ketika Irzen mendatangi kantor Citibank di Menara Jamsostek, Selasa 29 Maret lalu. Korban datang ke kantor untuk mempertanyakan jumlah tagihan kartu kreditnya. Menurut korban, tunggakannya itu Rp68 juta. Namun, tagihan yang datang ke tempatnya ternyata mencapai Rp100 juta.

Irzen yang datang bersama seorang kawan kemudian dibawa ke salah satu ruangan, Cleo, di lantai lima gedung. Di sana Irzen diinterogasi oleh A, B dan H. Ketiga tersangka baru mengetahui kalau korban sudah tidak bernyawa setengah jam kemudian. (umi)

Kekerasan Debt Collector Bank - Mediaindonesia.com - 14 April 2011

Kekerasan Debt Collector Bank

Berita - Berita

Ditulis oleh Vini Mariyane Rosya  

Kamis, 14 April 2011 15:17





Citibank perlu dikenakan Pidana.

JAKARTA - Kesalahan kematian Sekretaris Jendral Partai Pemersatu Bangsa Irzen Octa selama ini dilemparkan pada pihak penagih utang. Padahal, Citibank terindikasi menutup-nutupi kematian Irzen Octa.

"Citibank harus kena pidananya enggak hanya perdata. Kematian Irzen Octa sudah masuk dalam kesengajaan membiarkannya ditekan untuk membayar," ungkap tim pengacara keluarga, Selamet Yuono, seusai mengajukan gugat perdata Citibank di gedung Pengadilan Negeri Jakarta pusat, Rabu (14/4). Saat ini tersangka yang telah diproses kepolisian berjumlah lima orang. Semuaanya berasal dari pihak debt collector.

Kesengajaan itu, lanjut Selamet, setidaknya teindikasi dari ruangan yang penagihan di gedung Jamsostek, Jakarta Selatan. Ruangan berukuran 3x4 m diatur sedemikian rupa.

"Almarhum itu posisinya ada di pojok ruangan, tiap sisi ada satu debt collector. Anehnya, pintu ruangan itu ada kacanya, dan orang bisa lihat ke dalam, tapi itu dibiarkan," papar Selamet.

Tak hanya itu, menurutnya, Citibank juga telah memberikan akses kepada penagih utang untuk melakukan tekanan. "Dari mana debt collector tahu jadwal almarhum antar anak sekolah?" tegasnya.

Mereka memaksanya untuk menandatangani surat penyelesaian utang. "Almarhum tidak boleh berdiri. Dan di hadapannya sudah ada opsi penyelesaian utang yang harus ditandatangani," lanjutnya.

Ketua tim pengacara OC Kaligis menambahkan Citibank secara jelas juga telah menutup-nutupi kematian kliennya. Buktinya, jenazah Irzen dibawa ke RS Mintohardjo.

"Standar bakunya, pihak Citibank harus panggil polisi. Kan ada jeda waktu kematian 2 jam. Ini sudah rancu semua, seakan segala cara dilakukan untuk menutupi perkara," tandasnya.

Sumber: Mediaindonesia.com

Kapolda : Penyuruh Debt Collector Akan Ditindak Tegas - Tribunnews.com 14 April 2011

Kapolda: Penyuruh Debt Collector akan Ditindak Tegas

Kamis, 14 April 2011 14:49 WIB

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Profesi debt collector saat ini menjadi sorotan. Peristiwa meninggalnya Sekjen PPB Irzen Octa dan perampasan mobil Toyota Rush yang dikedarai mahasiswa Trisakti menjadi sebuah gambaran bagaimamana para debt collector menjalankan pekerjaannya.

Menyikapi hal itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Sutarman menginstruksikan jajarannya untuk menindak tegas para penyuruh debt collector tersebut bila ditemukan ada pelanggaran.

"Yang menyuruh akan kami tindak tegas. Saat ini yang di Cempaka Mas yang menyuruh sudah kita masukkan (tahan)," kata Sutarman di Lapang Parkir Timur, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2011).

Selain itu, terhadap pihak bank juga akan dilakukan penindakan selama bulti-bukti yang mengarah ke sana dianggap cukup oleh polisi.

"Sepanjang buktinya cukup ke arah sana, kami akan mengarah ke sana. Kemarin kan sudah lima (tersangka dalam kasus Irzen Octa). Itu akan berkembang terus sesuai bukti-bukti permulaan dan keterangan saksi yang mengarah kepada orang yang menyuruh," paparnya.

Kasus meninggalnya Irzen Octa saat ini menjadi sebuah patokan, bahwa selama ini debt collector dalam menjalankan pekerjaannya senantiasa melakukan kekerasan.

Seharusnya debt collector dalam melakukan tugasnya tidak melakukan  kekerasan, tetapi seharusnya melaksanakan pekerjaannya dengan cara yang baik.





Penulis : Adi Suhendi

Editor : Anwar Sadat Guna

Citibank Langgar Surat Edaran BI - Warta Kota - 14 April 2011

Kamis, 14 April 2011 | 15:27 WIB

Citibank Langgar Surat Edaran BI

Harmoni, Warta Kota



DUGAAN penganiayaan terhadap Irzen Octa dinilai telah melanggar hukum dan menyalahi panduan penagihan pembayaran kredit yang diatur dalam surat edaran Bank Indonesia. Irzen Octa adalah salah seorang nasabah Citibank.

"Citibank jelas sudah melanggar hukum dan pasal-pasal yang mengatur tentang perbankan," ujar pengacara keluarga Irzen Octa, OC Kaligis, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (14/4).

Citibank dinilai lalai dalam menjalankan kewajibannya sebagai perusahaan perbankan karena menggunakan cara yang merugikan kepentingan nasabah. Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 29 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

istimewa 

Dibaca : 47 kali | Komentar: 0

"Sudah ada aturannya, tapi dilanggar oleh tergugat. Awalnya kan kami sudah somasi, tapi tidak ada tanggapan," ujar Kaligis.

Selain itu, Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) pada Bab 7 mengenai kerja sama penerbit dengan pihak lain. Menurut surat edaran tersebut, penerbit harus menjamin penagihan oleh pihak lain dengan cara yang tidak melanggar hukum.

"Ini debt collector jelas menggunakan kekerasan dan penganiayaan. Hasil visumnya menunjukkan memang ada luka lebam," ujar Kaligis.

Sebelumnya diberitakan, Irzen Octa meninggal saat mendatangi Kantor Citibank, Menara Jamsostek, Jalan Gatot Subroto Lantai V, Jakarta Selatan, pada Selasa (29/3). Kedatangan Irzen ke Citibank untuk klarifikasi dan menyelesaikan tunggakan pembayaran kartu kredit. Namun kenyataannya, Irzen ditemukan meninggal di kantor Citibank tersebut. (Kompas.com)

Citibank Pelajari Gugatan Rp 3 Triliun dari Kubu Irzen Octa - Tribunnews.com - 15 April 2011

Citibank Pelajari Gugatan Rp 3 Triliun dari Kubu Irzen Octa

Jumat, 15 April 2011 02:34 WIB

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kuasa Hukum keluarga Irzen Octa, OC Kaligis melayang gugatan perdata Rp 3 triliun atas meninggalnya Irzen Octa 19 Maret 2011 lalu. Kini pihak Citibank sedang sedang mengkaji gugatan tersebut.

"Itu lagi kita pelajari. Itu lagi kita pelajari lebih lanjut," jelas Vice President Customer Care Citibank, Hotma Simbolon, saat ditemui di Mapolres Jakarta Selatan, Kamis (14/4/2011) malam.

Sebagai tanggung jawab Citibank sendiri terhadap meninggaknya Irzen Octa, pihak bank sudah menghapuskan semua urusan utang piutang almarhum Irzen terhadap Bank. "Dan kami mohon maaf atas kejadian ini dan turut berduka atas kepulangan almarhum, semoga arwah beliau diterima disisi Allah SWT. Itu yang kami sampaikan," ucapnya.

Untuk besaran kompensasi yang akan diberikan Citibank terhadap keluarga Irzen Octa baru akan dipelajari. "Saya tidak tahu jumlahnya," imbuhnya.

Saat ini polisi terus mendalami kasus meninggalnya Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PPB) Irzen Octa di Kantor Citibank, Menara Jamsostek Lantai 5, Jakarta Selatan 19 Maret 2011 lalu. Polisi ingin melihat perjanjian yang dibuat antara pihak bank dengan pihak penyedia debt collector. Hal tersebut akan menjadi poin penting untuk menentukan apakah pihak bank terlibat dalam kasus tersebut atau tidak.




Penulis : Adi Suhendi

Editor : Prawira Maulana

Jadi Korban Debt Collector, Muji Minta Pertanggung Jawaban Bank - Detik Bandung 19 April 2011

Selasa, 19/04/2011 13:51 WIB

Jadi Korban Debt Collector, Muji Minta Pertanggungjawaban Bank
Avitia Nurmatari - detikBandung

Bandung - Muji Harjo, nasabah Bank UOB Buana yang mengalami penganiayaan debt collector hingga kini masih menuntut pertanggungjawaban dari pihak bank. Sejak penganiayaan yang terjadi 13 Mei 2010 lalu, Muji sudah beberapa kali mencoba menemui pihak bank namun tidak ada tanggapan, hingga akhirnya Muji menempuh jalur hukum.

Muji pun memberikan somasi kepada pihak bank pada 27 September 2010 melalui kuasa hukumnya. Kemudian pada 12 Oktober 2010 berdasarkan suratnya No 10/LGL/0403 Bank UOB Buana memberikan jawaban somasi yang menyatakan tidak mau bertanggung jawab karena penganiayaan tersebut melakukan tanggung jawab debt collector.

Muji sempat diundang untuk mediasi dengan pihak Bank. Namun tidak juga menemukan titik temu. Mediasi terakhir dilakukan 8 April 2011 lalu.

"Di luar pengadilan, pihak Bank meminta kami untuk bertemu lagsung dengan orang Bank UOB Buana. Pada pertemuan itu, pihak bank mengatakan perusahaan outsourcing yang merekrut debt collector tersebut akan mengganti rugi Rp 25 juta untuk operasi dan Rp 3 juta yang telah dikeluarkan untuk perawatan pasca penganiayaan," ujar Kuasa Hukum Muji Harjo, Sonny Singal kepada detikbandung di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (19/4/2011).

Menurut Sonny, pihak bank yang seharusnya ikut bertanggung jawab justru tidak berniat mengeluarkan seperser pun untuk mengganti kerugian materil maupun immateril yang dialami oleh Muji.

"Semua biaya perawatan dan operasi yang ditawarkan itu dari pihak outsourcing. Tapi dari pihak bank tidak ada. Pihak bank menyatakan secara tegas tidak ada, alasannya karena mereka tidak bersalah," jelas Sonny.

Pelaku penganiayaan bekerja sebagai debt collector di Bank UOB Buana dengan naungan perusahaan outsourcing yakni PT Goti Wai Sarut. Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan dari saksi, diketahui yang melakukan penganiayaan adalah seorang pria bernama Sony D F Pattikawa.

Penganiayaan tersebut mengakibatkan luka parah, yakni mata kiri Muji mengalami pendaraham dengan tulang mata dan tulang kening retak. Kaca mata pecah, kulit sekitar mata dan hidung sobek dan berdarah.

Hari ini digelar sidang dengan agenda jawaban dari tergugat. Kuasa Hukum Muji menyatakan akan mengkaji terlebih dahulu jawaban dari tergugat. "Kita akan kaji dulu, nanti hasilnya minggu depan di sidang selanjutnya," ujar Muji.

DPR Ingatkan Citibank Segera Minta Maaf ke Publik - DetikNews 20 April 2011

Rabu, 20/04/2011 08:26 WIB

DPR Ingatkan Citibank Segera Minta Maaf ke Publik

Elvan Dany Sutrisno : detikNews

detikcom - Jakarta, Komisi XI DPR kecewa karena pihak Citibank tidak mengikuti rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPR terkait kasus kematian nasabah kartu kreditnya, Irzen Octa. DPR mendesak Citibank segera minta maaf ke publik.

"Sudah lebih dari dua minggu sejak rekomendasi Komisi XI dikeluarkan, Citibank belum juga meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Apapun rakyat Indonesia meninggal di kantornya gara-gara debt collectornya, masa tidak bisa meminta maaf di koran atau di media lain, nggak harus iklan," desak Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi, kepada detikcom, Rabu (20/4/2011).

Rekomendasi yang dimaksud adalah rekomendasi rapat kerja DPR, BI, dan Citibank menjelang masa sidang DPR yang lalu. Menurut Achsanul, semua bank harus tunduk kepada mekanisme hukum di Indonesia. Rekomendasi DPR pun tak bisa diremehkan.

"Ini di negara kami, jadi harus mengikuti aturan di Indonesia. Bank asing tak boleh semena-mena kepada rakyat Indonesia setelah mengambil untuk di negara kita," tegasnya.

Jika pihak Citibank menyepelekan rekomendasi DPR, maka akan diambil sikap tegas. Sikap tegas akan disampaikan dalam rapat dengan Citibank berikutnya.

"Kalau dalam waktu seminggu tidak ada permintaan kepada masyarakat luas, maka kami DPR akan memanggil lagi pihak Citibank usai reses," tandasnya.

Kekerasan "Debt Collector" Buat Masyarakat Trauma - Koran Jakarta 4 April 2011

Kekerasan “Debt Collector” Buat Masyarakat Trauma

Senin, 04 April 2011
Jasa Panagih Utang l Keluarga Korban Bisa Tuntut Ganti Rugi

JAKARTA – Desakan agar pemerintah membubarkan perusahaan pelayanan jasa pe nagih an utang terus mengalir. Hal itu terkait dengan tewasnya seorang nasabah Citibank yang diduga dianiaya oleh tiga orang debt collector sewaan bank asing tersebut.

Selama ini, cara-cara yang dilakukan debt collector dalam menagih utang semakin brutal dan sudah mengarah kepada tindakan teror.

Cara-cara seperti itu sudah berlebihan dan harus segera dihapuskan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago, pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada Erwan Agus Purwanto, dan pengamat sosial Radhar Panca Dahana ketika dihubungi secara terpisah, Minggu (3/4).

Andrinof mengatakan selain membubarkan perusahaan jasa penagihan utang, pemerintah juga diminta mengeluarkan kebijakan tentang larangan bank menggunakan jasa debt collector dalam berhubungan dengan nasabahnya.

Apalagi, lanjutnya, keberadaan debt collector telah memunculkan persepsi negatif di masyarakat sehingga dikhawatirkan masyarakat akan enggan berhubungan dengan bank.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar penagihan utang kepada nasabah dilakukan langsung oleh pihak bank, bukan melibatkan pihak ketiga (debt collector). Sistem adminstrasi dan komunikasi antara bank dan nasabah harus diperbaiki.

“Ini penting untuk menjaga nama baik bank itu sendiri,” katanya. Agus Purwanto menuturkan kekerasan yang dilakukan debt collector yang disewa suatu bank dipastikan akan membawa dampak buruk bagi bank itu sendiri.

Bank juga tidak bisa lepas tanggung jawab jika penagih utang yang disewanya melakukan tindak kekerasan atau teror terhadap nasabahnya. Radhar Panca Dahana mengatakan munculnya debt collector merupakan indikator dari tidak berjalannya hukum perdata di Indonesia. Semestinya, masalah utang-piutang bisa dituntaskan di tataran ke perdataan.

Menurutnya, adanya utang dan tagihan kartu kredit adalah sebuah risiko bisnis yang harus dijalani pihak bank. Bank Bertanggung Jawab Terkait dengan meninggalnya nasabah Citibank, Irzen Octa, 50 tahun, yang ditengarai akibat dianiaya oleh tiga orang debt collector yang disewa Citibank, pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan keluarga korban bisa menuntut ganti rugi secara perdata di pengadilan.

Pasalnya, kata dia, segala perbuatan penagih didasarkan atas kerja sama yang pertanggungjawabannya tidak bisa dipisahkan dengan Citibank. Tuntutan ganti rugi ini pernah dilakukan oleh salah satu nasabah UOB Buana, Muji Harjo, yang dipukuli debt collector yang disuruh bank itu.

“Dalam kasus tersebut, Citibank dapat dijerat dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” kata dia. Selain itu, tambahnya, tindakan Citibank melanggar Surat Edaran Bank Indonesia (BI). Berdasarkan Surat Edaran BI No 11/10/DASP tanggal 13 April 2009, khususnya halalaman 39 Ayat b, yang menyebutkan bahwa penerbit (bank) harus menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain tidak melakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PBB) yang juga Ketua Tim Advokasi ka sus ini, Doni Baharudin, me nyatakan akan meminta per tanggungjawaban secara ins titusi kepada Citibank terkait meninggalnya Sekjen PPB Irzen Octa di kantor Citibank di Gedung Jamsostek, lantai 5, Jakarta Selatan. Country Corporate Aff airs Head Citibank Indonesia, Ditta Amahorseya, menyatakan manajemen menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada kepolisian. _
frn/P-2

UOB Buana Gugat Balik Nasabahnya Senilai Rp 10 miliar - Primaironline.com - 23 April 2011

UOB Buana gugat balik nasabahnya senilai Rp10 miliar

Sabtu, 23-April-2011 (00:01:03 WIB) | Khresna Guntarto

Jakarta - PT Bank UOB Buana menuding gugatan Muji Harjo nasabah yang dipukuli debt collector hanya mencari sensasi belaka. Atas gugatan Muji, Bank UOB Buana, mengajukan gugatan balik senilai total lebih dari Rp10 miliar.

"Bahwa atas tindakan nasabah Muji Harjo menggugat bank UOB Buana faktanya hanya mencari sensasi bukan mencari keadilan dan kebenaran, hal tersebut terlihat dari fakta yang seharusnya ada pihak yang harus digugat tidak digugat oleh nasabah Muji Harjo," kata kuasa hukum UOB Buana M Irwan Nasution, dalam jawaban sekaligus gugatan baliknya, sebagaimana dikutip, Jumat (22/4).

Menurut Irwan, seharusnya gugatan ini didahului proses pidana agar jelas duduk persoalan yang diajukan. Oleh karena belum jelasnya duduk persoalan namun masalah ini sudah mencuat, menurut Irwan, Bank UOB Buana mengalami kerugian immateriil atas pemaksaan kehendak nasabah Muji Harjo.


"Yang apabila diuangkan tidak kurang dari Rp10 miliar," jelasnya.

Selain itu, lanjut Irwan, belum dibayarkannya utang Muji juga merugikan pihak bank. Pembayaran utang seharusnya bisa menjadi modal produktif. Karenanya, layak dan patut tunggakan nasabah Muji Harjo tersebut dikenakan bunga dan denda setiap bulannya disesuaikan bunga dan denda Bank UOB Buana yang berlaku sampai nasabah Muji Harjo melunasi hutangnya tersebut dengan perhitungan, hutang kartu kredit sebesar Rp 15.078.627 ditambah bunga per bulan dan denda per bulan, terhitung sejak bulan Desember 2010 sampai nasabah Muji Harjo melunasi hutangnya.

"Bahwa untuk menjamin bahwa gugatan rekonpensi ini tidak sia-sia dan agar nasabah Muji Harjo tidak mengalihkan atau melakukan tindakan-tindakan hukum apapun berkaitan dengan aset. Agar berkenan meletakkan sita jaminan terhadap harta benda milik nasabah Muji Harjo," paparnya.

Bank UOB Buana juga meminta Muji membayar uang paksa/dwangsom sebesar Rp10 juta per hari.

Perkara ini sudah disepakati dilanjutkan masuk proses persidangan sejak Selasa (5/4) lalu. Kendati demikian, menurutnya, tidak menutup kemungkinan proses mediasi tetap berjalan. Namun, dengan adanya tawaran mediasi yang tidak adil itu membuat kubu penggugat ini semakin yakin dengan tuntutannya.

Rencananya, sidang akan dilanjutkan pada 19 April 2010 mendatang di Pengadilan Negeri Bandung.

Nasabah PT Bank UOB Buana, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap bank tersebut karena tindakan penagih utang (debt collector) yang melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan luka parah, yakni pendarahan pada mata dan retaknya tulang mata serta
tulang kening tengkorak.

Dalam gugatannya, nasabah yang bernama Muji Harjo (39) ini mengajukan tuntutan ganti rugi materil sebesar Rp74 juta dan immateril Rp10 miliar kepada PT Bank UOB Buana.

UOB Buana Gugat Balik Nasabahnya Rp 10 miliar

UOB Buana gugat balik nasabahnya senilai Rp10 miliar

Sabtu, 23-April-2011 (00:01:03 WIB) | Khresna Guntarto

Jakarta - PT Bank UOB Buana menuding gugatan Muji Harjo nasabah yang dipukuli debt collector hanya mencari sensasi belaka. Atas gugatan Muji, Bank UOB Buana, mengajukan gugatan balik senilai total lebih dari Rp10 miliar.

"Bahwa atas tindakan nasabah Muji Harjo menggugat bank UOB Buana faktanya hanya mencari sensasi bukan mencari keadilan dan kebenaran, hal tersebut terlihat dari fakta yang seharusnya ada pihak yang harus digugat tidak digugat oleh nasabah Muji Harjo," kata kuasa hukum UOB Buana M Irwan Nasution, dalam jawaban sekaligus gugatan baliknya, sebagaimana dikutip, Jumat (22/4).

Menurut Irwan, seharusnya gugatan ini didahului proses pidana agar jelas duduk persoalan yang diajukan. Oleh karena belum jelasnya duduk persoalan namun masalah ini sudah mencuat, menurut Irwan, Bank UOB Buana mengalami kerugian immateriil atas pemaksaan kehendak nasabah Muji Harjo.

"Yang apabila diuangkan tidak kurang dari Rp10 miliar," jelasnya.

Selain itu, lanjut Irwan, belum dibayarkannya utang Muji juga merugikan pihak bank. Pembayaran utang seharusnya bisa menjadi modal produktif. Karenanya, layak dan patut tunggakan nasabah Muji Harjo tersebut dikenakan bunga dan denda setiap bulannya disesuaikan bunga dan denda Bank UOB Buana yang berlaku sampai nasabah Muji Harjo melunasi hutangnya tersebut dengan perhitungan, hutang kartu kredit sebesar Rp 15.078.627 ditambah bunga per bulan dan denda per bulan, terhitung sejak bulan Desember 2010 sampai nasabah Muji Harjo melunasi hutangnya.

"Bahwa untuk menjamin bahwa gugatan rekonpensi ini tidak sia-sia dan agar nasabah Muji Harjo tidak mengalihkan atau melakukan tindakan-tindakan hukum apapun berkaitan dengan aset. Agar berkenan meletakkan sita jaminan terhadap harta benda milik nasabah Muji Harjo," paparnya.

Bank UOB Buana juga meminta Muji membayar uang paksa/dwangsom sebesar Rp10 juta per hari.

Perkara ini sudah disepakati dilanjutkan masuk proses persidangan sejak Selasa (5/4) lalu. Kendati demikian, menurutnya, tidak menutup kemungkinan proses mediasi tetap berjalan. Namun, dengan adanya tawaran mediasi yang tidak adil itu membuat kubu penggugat ini semakin yakin dengan tuntutannya.

Rencananya, sidang akan dilanjutkan pada 19 April 2010 mendatang di Pengadilan Negeri Bandung.

Nasabah PT Bank UOB Buana, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap bank tersebut karena tindakan penagih utang (debt collector) yang melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan luka parah, yakni pendarahan pada mata dan retaknya tulang mata serta
tulang kening tengkorak.

Dalam gugatannya, nasabah yang bernama Muji Harjo (39) ini mengajukan tuntutan ganti rugi materil sebesar Rp74 juta dan immateril Rp10 miliar kepada PT Bank UOB Buana.

BI : Citibank Langgar Aturan Soal Penggunaan Debt Collector - Warta Kota 26 April 2011

Selasa, 26 April 2011 | 18:07 WIB

BI: Citibank Langgar Aturan Soal Penggunaan Debt Collector

Palmerah, Warta Kota



Manajemen Bank Indonesia menyatakan bahwa Citibank terbukti bersalah melanggar Peraturan Bank Indonesia terkait penggunaan perusahaan penagih utang atau debt collector yang mencuat setelah tewasnya nasabah kartu kredit Irzen Octa akhir Maret lalu.

"Pemeriksaan oleh tim sudah selesai dan diketahui adanya pelanggaran PBI soal penggunaan perusahaan penagih utang," kata Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah saat dihubungi di Jakarta, Selasa (26/4).

Menurutnya, Citibank melanggar PBI 11/11/2009 tentang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang diperkuat dengan SE nomor 11/10/2009, yang antara lain mengatur penggunaan perusahaan jasa penagih utang.

Pelanggaran yang dilakukan Citibank antara lain adalah perjanjian kerjasama dengan pihak penagih dinyatakan bahwa segala tanggung jawab akhir ada di pihak penagih padahal di PBI diatur bahwa segala permasalahan dalam penagihan harus menjadi tanggung jawab bank.

Pelanggaran kedua, adalah soal kolektibilitas atau tingkat penunggakan utang dari nasabah kartu kredit yang berdasarkan PBI baru boleh dialihkan kepada pihak ketiga setelah tunggakannya masuk kolektibilitas empat (diragukan) dan lima (macet).

"Citibank sudah mengalihkan penagihan kepada pihak ketiga mulai kolektibilitas dua," katanya.

Pelanggaran lainnya adalah lemahnya sistem monitoring penagihan dan keempat adalah lemahnya penanganan keluhan nasabah yang banyak keberatan atas sikap para debt collector.

Untuk sanksi atas sejumlah pelanggaran itu, Difi mengatakan BI masih memerlukan pendalaman dan penggabungan informasi untuk memberikan sanksi termasuk menunggu hasil penyidikan polisi atas tewasnya Irzen Octa.

"Yang jelas kita akan minta semua pelanggaran itu diperbaiki. Untuk sanksi kita masih butuh waktu," katanya.

Terkait persoalan kartu kredit, BI sedang menyusun standar untuk menjadi acuan bagi penerbit dalam penggunaan jasa penagih, yang meliputi pengaturan standar kualitas SDM yang menjadi agen penagih, teknik penagihan yang baik serta hal yang dilarang dalam penagihan.

Upaya lain yang sedang dan terus akan BI lakukan bersama-sama industri adalah edukasi terhadap pemegang kartu kredit yang dianggap penting karena beberapa kasus ketidakmampuan bayar tagihan adalah karena kekurangpahaman pemegang kartu mengenai akibat dari tunggakan kartu termasuk penghitungan bunga yang dikenakan bank. (ant)

Hotman Paris : Direksi Citibank Bisa Ikut Jadi Tersangka - Detik.com 28 April 2011

Kamis, 28/04/2011 10:47 WIB

Hotman Paris: Direksi Citibank Bisa Ikut Jadi Tersangka

Herdaru Purnomo : detikFinance

detikcom - Jakarta, Meninggalnya nasabah kartu kredit Citibank, Irzen Octa tidak lepas dari tanggung jawab Direksi Citibank. Direktur Citibank seharusnya juga 'diseret' ke pengadilan atau dijadikan tersangka karena turut memperbolehkan debt collector menagih utang.

Demikian disampaikan oleh ujar Hotman Paris dalam seminar AAI dengan tema "Problematika Penagihan Utang" di Hotel Le Meridien, Sudirman, Jakarta, Kamis (28/4/2011).

"Direktur Citibank yang menandatangani perjanjian dengan jasa pihak ketiga sudah seharusnya ikut bertanggung jawab. Jadi tersangka bisa, karena sudah jelas Citibank menyuruh debt collector menagih dengan tidak bertanggung jawab," kata Hotman.

Hotman menilai pihak ketiga yang disewa sudah pasti disewa bank untuk menagih melalui jalur intimidasi, bukan jalur penagihan biasa.

"Direktur Citibank ini sudah pasti menyuruh debt collector yang berarti menakut-nakuti nasabah dan cara debt collector ini bukan jalur biasa pasti intimidasi," tegas Hotman.

Pada dasarnya, sambung Hotman skema bank dalam menggunakan jasa debt collector itu sudah menyalahi undang-undang. Nasabah bisa saja menggugatnya karena banyak pasal pidana yang bisa dipakai.

"Bisa menggunakan pasal soal intimidasi, pasal kekerasan, pasal melanggar hak asasi. Atau gampang saja jika ingin menggugat, gunakan saja Pasal 55 Pidana. Dengan bank menyuruh debt collector ya sudah pasti bank membebaskan adanya intimidasi dalam penagihan tunggakan kepada nasabah. Sudah pasti itu akan menyalahi hukum," jelas Hotman.

Seperti diketahui, BI telah meminta keterangan dari pihak Citibank menyusul tewasnya Irzen Octa yang merupakan nasabah bank asal AS itu. Irzen tewas setelah diinterogasi oleh debt collector Citibank. Irzen diketahui sedang dalam proses mempertanyakan tagihan utangnya yang membengkak dari Rp 48 juta menjadi Rp 100 juta. Setelah Irzen meninggal, Citibank mengaku sudah menghapuskan seluruh tagihannya.

Dalam kasus meninggalnya Irzen Octa tersebut, polisi telah menahan 5 tersangka dari pihak Citibank dan debt collector yang mereka sewa yakni Humizar, Donald Bakara, Boy Tambunan, Arif Lukman, dan Henry Waslinton. BI juga telah meminta Citibank untuk sementara menghentikan penagihan dengan menggunakan debt collector setelah mencuatnya kasus ini.

BI sebelumnya juga telah menyatakan Citibank bersalah karena telah melanggar Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait mekanisme penagihan utang melalui debt collector. Bank sentral siap memberikan sanksi kepada bank asal New York Amerika Serikat tersebut.

Bank Jelas Punya Niat Gunakan Kekerasan - Kompas.com 28 April 2011

28 April 2011 | 14.11 WIB

Bank Jelas Punya Niat Gunakan Kekerasan

JAKARTA, KOMPAS.com — Dengan menggunakan jasa pihak ketiga atau debt collector, bank sudah jelas dengan sengaja menggunakan cara intimidasi atau kekerasan dalam penagihan kredit.

click to enlarge

Hal tersebut diungkapkan oleh pengacara Hotman Paris Hutapea dalam seminar nasional sehari bertema "Problematika Penagihan Utang: Mencari Format Penagihan yang Efektif di Industri Perbankan" di Jakarta, Kamis (28/4/2011).

"Niatnya itu sudah ada niat untuk menagih dengan cara intimidasi," kata Hotman, merujuk kepada pihak bank, pemakai jasa pihak ketiga dalam melakukan penagihan kredit kepada konsumen yang menunggak.

Hotman mengatakan, penggunaan jasa debt collector merupakan bukti permulaan adanya niat untuk menggunakan cara intimidasi. Sehingga pihak bank, yang merupakan si penyuruh, dapat dikenai KUHP (Pidana) Pasal 55.

Maka dari itu, dia menyebutkan, sebenarnya kasus penagihan cukup dengan hanya jalur resmi, yaitu jalur hukum.

"Kenapa seperti di luar negeri, begitu debitur dianggap bahwa akan diambil rumahnya jika dengan resmi diambil oleh kreditur, dan itu sah di pengadilan, diakui," jelasnya.

Sehingga sekalipun debitur melakukan gugatan, kata Hotman, kreditur telah mendapat izin yang sah dari pengadilan untuk melakukan penyitaan agunan.

Dari hal itu, lanjut dia, berarti pengadilan di luar negeri itu kuat. Sedangkan, di Indonesia masalahnya adalah penegakan hukum masih lemah. Hal itulah yang perlu diperbaiki dan bukan dengan cara menyuruh pihak penagih untuk mendatangi konsumen.

"Kami semua setuju meng-enforce hukum tidak boleh dengan cara melanggar hukum," ungkapnya.

⁠Penulis: Ester Meryana ⁠ ⁠Editor: Hertanto Soebijo

Citibank Langgar Aturan Debt Collector - Koran Sindo 27 April 2011

Citibank Langgar Aturan Debt Collector 


Wednesday, 27 April 2011

JAKARTA– Bank Indonesia (BI) menyatakan Citibank terbukti bersalah melanggar Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait penggunaan perusahaan penagih utang (debt collector).



Namun, bank sentral belum menjatuhkan sanksi terhadap Citibank atas pelanggaran tersebut.“Pemeriksaan oleh tim sudah selesai dan diketahui adanya pelanggaran PBI soal penggunaan perusahaan penagih utang,” ujar Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah saat dihubungi kemarin. Kasus penagihan utang oleh Citibank ini mencuat setelah tewasnya salah satu pemegang kartu kredit bank itu, Irzen Octa, Selasa (29/3) lalu.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Pemersatu Bangsa (PPB) itu tewas saat berniat mengklarifikasi tagihan kartu kredit Citibank di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan. Difi mengatakan bahwa Citibank melanggar PBI 11/11/2009 tentang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), yang diperkuat dengan SE Nomor 11/10/2009, yang antara lain mengatur penggunaan perusahaan jasa penagih utang. Pelanggaran Citibank antara lain menyangkut perjanjian kerja sama dengan pihak penagih utang.

Dalam perjanjian kerja sama itu disebutkan, segala tanggung jawab akhir ada di pihak penagih, padahal di PBI diatur bahwa segala permasalahan dalam penagihan harus menjadi tanggung jawab bank. Pelanggaran lainnya adalah soal tingkat penunggakan utang dari nasabah kartu kredit yang berdasarkan PBI baru boleh dialihkan kepada pihak ketiga, setelah tunggakannya masuk kolektibilitas empat (diragukan) dan lima (macet). “Citibank sudah mengalihkan penagihan kepada pihak ketiga mulai kolektibilitas dua,” katanya.

Pelanggaran lainnya adalah lemahnya sistem monitoring penagihan dan lemahnya penanganan keluhan nasabah yang banyak keberatan atas sikap para debt collector. Untuk sanksi atas sejumlah pelanggaran itu, Difi mengatakan bahwa BI masih memerlukan pendalaman dan penggabungan informasi. “Yang jelas, kita akan minta semua pelanggaran itu diperbaiki. Untuk sanksi,kita masih butuh waktu,”katanya. Country Corporate Affairs Head Citi Indonesia Ditta Amahorseya mengatakan,Citibank siap mematuhi semua rekomendasi BI.

“Jadi tanggapan kita singkat saja, semua rekomendasi BI akan kita ikuti,” ujar Dita. Wirawan Adnan, kuasa hukum lima tersangka kasus tewasnya Irzen, membantah kliennya telah melakukan pembunuhan. ”Mereka menegaskan tidak pernah melakukan penganiayaan terhadap Irzen Octa,”tuturnya. Wirawan juga keberatan terhadap autopsi yang dilakukan pada Rabu (20/4) lalu,sehingga autopsi ulang yang tidak disaksikan penyidik dapat merusak nama baik kliennya.

Selain menyampaikan keberatan dengan autopsi ulang yang dilakukan keluarga Irzen, Wirawan tidak sepakat dengan keterangan-keterangan yang dikeluarkan pihak kepolisian dalam kasus tersebut. ”Tidak ada pemukulan di sana, kami juga tidak tahu mengapa almarhum meninggal,”tegasnya. Menurutnya, bekas memar karena pukulan itu tidak benar. Bercak darah yang ditemukan di gorden juga bukan terkait dalam hal tersebut. Dia menegaskan justru korban yang meminta untuk istirahat dan tiduran.

”Saat itu setelah diinterogasi, korban mengatakan bahwa badannya panas dan meminta istirahat.Oleh klien kami dibiarkan istirahat, selain itu korban memaksa untuk tidur di lantai, jadi bukan karena dia terjatuh,”ujarnya. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Baharudin Djafar mengatakan sampai saat ini belum ada tambahan tersangka dalam kasus ini.

”Kami terus lakukan pemberkasan. Kami harapkan secepatnya bisa dikirim ke pengadilan sehingga bisa segera di sidangkan,” jelasnya. Menurutnya, saksi-saksi yang diperiksa saat ini sudah cukup.Namun, tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan saksi. rakhmat baihaqi/ant/ helmi syarif

OC Kaligis Tuding Citibank Bank Kapitalis - Rapublika 14 April 2011

OC Kaligis Tuding Citibank Bank Kapitalis

Republika - Kam, 14 Apr 2011 11.56 WIB



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Esi Ronaldi, istri Irzen Okta, korban pembunuhan debt collector Citibank, menggugat kantor pusat Citibank beralamat di 399 Park Aveneu New York, NY 10022, Amerika Serikat (AS).

Menurut OC Kaligis, kuasa hukum Esi, Citibank agar membayar Rp 3 triliun kepada keluarga korban. Rinciannya gugatan materiil Rp 2 triliun dan imateriil Rp 1 triliun. Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (14/4). Pihak tergugat adalah Citibank di Jalan Jenderal Sudirman Kavling 54-55, Jakarta dan Jalan Gatot Subroto Lantai V, Jakarta Selatan.

“Karena mereka bank besar dan menerapkan sistem kapitalis dengan membunuh nasabahnya jadi pantas digugat sebesar itu,” kata Kaligis.

Kaligis merujuk pada Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 67/PDT/2008/PT.DKI tanggal 16 Maret 2009, tentang kerugian immaterial akibat kematian seseorang yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum adalah sebesar Rp 150 juta. Mengingat Citibank masih aktif melakukan kegiatan perbankan skala internasional maka layak digugat Rp 2 triliun.

Ia menyebut, almarhum adalah tulang punggung keluarga. Akibat kematian itu, penggugat kehilangan orang yang menafkahi dan menghidupi anak-anaknya. “Inilah mengapa tergugat harus membayar ganti rugi materiil dan imateriil,” katanya.

Dikatakannya, almarhum Irzen Okta hanya memiliki tunggakan kartu kredit Citibank sebesar Rp 20 juta. Namun, versi debt collector utang bertambah menjadi Rp 48 juta. Kaligisi menyatakan, tidak benar utang Irzen Okta mencapai Rp 100 juta beserta bunga yang harus ditanggung sesuai versi Citibank.

Kaligis juga mempermasalahkan cara penanganan debt collector Citibank. Dijelaskannya, Federal Trade Commision (FTC) AS mengeluarkan The Fair Debt Collection Practise Act (FDCPA). Di situ ditegaskan, penagih hutang tidak boleh menggunakan cara-cara kekerasan dan melawan hukum.

Komisi itu, sambungnya, mengatur tata cara penagihan yang dilarang penagihan seperti menghubungi debitur dalam waktu tertentu, berkomunikasi kasar dan bernada ancaman “Tergugat terbukti melanggar hak-hak nasabah dan FDCPA hingga mengakibatkan kematian. Citibank harus bertanggung jawab dalam kasus ini,” ujar Kaligis.

Kamis, 24 Februari 2011

Berita Kartu Kredit

Ini ada beberapa bukti di koran & media internet yang membuktikan bahwa Bank minta maaf kepada Nasabah atas ulah debt collector nya :

Koran Pikiran Rakyat

Surat Pembaca tgl 6 November 2010 Sabtu :

Minta Perhatian CB & Bank C N

Saya pemegang kartu kredit CB dengan nomor 4541 7910 .... .... dan kartu bank CN nomor 4568 7834 .... .... . Ada tunggakan yang belum bisa saya lunasi karena saya tidak punya pekerjaan / usaha.

Saya berinisiatif ke CB untuk melunasi kartu kredit dengan menyerahkan barang berupa sepatu. Namun, CB menolaknya. Katanya, saya harus membayarnya dengan uang. Dalam keadaan terdesak, saya menyerahkan surat miskin / SKTM. Karena sebelumnya, Bapak Irfan dari bank CN meminta surat miskin / SKTM jika tidak mampu membayar cicilan.

Pada 9 Agustus 2010 pukul
19.00 WIB, saya didatangi kolektor yang mengaku dari CB. Namun saya tidak mengizinkannya masuk karena sudah malam.

Dia meminta uang Rp 5 juta. Saya diseret masuk dengan cara menarik baju ke dalam rumah sambil menendang-nendang pintu rumah & menggebrak-gebrak lemari. Bahkan kolektor tersebut menggeledah rumah & menelepon ke CB.

Uang yang harus saya bayar ke CB pun berlipat menjadi Rp 14 juta. Dalam keadaan tertekan & ketakutan, saya menyerahkan sepatu sebanyak 367 pasang, untuk pembayaran kartu kredit CB. Kolektor tersebut memanggil temannya membawa mobil pick up untuk mengangkut barang hingga pukul 23.00 WIB.

Melalui Surat Pembaca ini, saya ingin bertanya, berapa uang yang diterima CB untuk pelunasan kartu kredit 4541 7910 .... .... ?

Saya menyerahkan barang sebanyak itu karena kolektor tersebut berjanji membantu pelunasan kartu kredit bank CN saya. Saya tidak menjanjikan barang lain selain sepatu. Menurut taksiran teman saya, nilainya lebih dari Rp 30 juta.

Pada 18 Agustus 2010, kolektor tersebut datang lagi mengambil barang elektronik, baju, pakaian dalam wanita, boneka, tas, lemari plastik, topi, kacamata, suvenir, dll. Kolektor tersebut mengobrak-abrik rumah & mengambil barang sendiri. Sementara saya diam tidak bisa berbuat apa-apa.

Pada 7 September 2010, kolektor tersebut datang lagi meminta uang sebanyak Rp 3,5 juta. Katanya, untuk membayar kekurangan pelunasan kartu kredit bank CN saya. Dia juga sempat mengancam kalau saya berbuat macam-macam.

Saya ingin bertanya kepada CB & bank CN, dari agensi mana kolektor tersebut ? Karena pada saat melakukan penagihan, ia tidak memperlihatkan surat tugas. Atas dimuatnya surat ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Redaksi "PR".

Dari : Chia J J Jl Pasundan - Balonggede - Regol, Bandung
Telf
0815603....


Penjelasan Bank CN tgl 20 November 2010 Sabtu di Surat Pembaca PR


Sehubungan dengan surat Bapak Chia J J yang berjudul "Minta Perhatian CB dan Bank CN" (Pikiran Rakyat, 6 November 2010), dengan ini kami sampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami oleh Bapak atas layanan Bank CN.
Sebagai tindak lanjut dari keluhan tersebut, kami telah menghubungi Bapak Chia J J guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi & permasalahan telah diselesaikan dengan baik.

Kami berterima kasih atas kesempatan yang telah diberikan, karena kepuasan nasabah merupakan fokus dari seluruh usaha kami dalam upaya menjaga & terus meningkatkan layanan Bank CN.
Demikian kami sampaikan.
Atas kerja samanya & dimuatnya tanggapan ini, kami ucapkan terima kasih.

Dari :
Dina S
Vice President Corporate
Communication Head
PT Bank CN, Tbk

==============================================================
Ini juga contoh Bank minta maaf kepada Nasabah :


Pikiran Rakyat kolom Surat Pembaca tgl 24 Desember 2010 Jumat :

Diancam Kolektor
Bank P

Saya memang masih mempunyai kewajiban terhadap Bank P atas tagihan kartu kredit saya.

Pada 21 Desember 2010, sekitar pk 9.00 WIB, kolektor menagih ke rumah saya. Kebetulan di rumah ada adik perempuan saya yang sedang menunggu warung.

Adik saya menjelaskan secara baik-baik bahwa saya memang sedang tidak ada di rumah. Akan tetapi, apa yang didapat oleh adik saya adalah ancaman pembunuhan atas dirinya & saya dari sang kolektor apabila tagihan tidak segera diselesaikan. Adik saya sangat ketakutan atas peristiwa tersebut.
Saya sangat menyesali kenapa seorang kolektor dari sebuah instansi perbankan sampai mengeluarkan ancaman tersebut apalagi kepada seorang perempuan. Jangan dikira juga kami tidak tahu proses hukum sehingga bisa diancam seenaknya secara kasar begitu.
Apakah di zaman sekarang ini cara-cara seperti itu masih digunakan oleh dunia perbankan untuk menagih kewajiban nasabahnya ?

Dari :
Heru D P
Jl Venus Barat - Metro,
Margahayu Raya
Bandung 40285
Telf
081123....

Penjelasan
P Bank - Surat Pembaca Pikiran Rakyat 2 Februari 2011 :

Berkenaan dengan Surat Pembaca yang disampaikan oleh Bapak Heru D P yang berjudul "Diancam Kolektor Bank P" melalui Harian Umum Pikiran Rakyat (24 Desember 2010), kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialaminya, terhadap cara penagihan dari petugas kolektor yang bekerja sama dengan P Bank.
P Bank telah menindaklanjuti permasalahan tersebut, dengan menghubungi Bapak Heru untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi. Bapak Heru dapat menerima penjelasan & permohonan maaf dari P Bank.
Selanjutnya mengenai penyelesaian sisa tagihan yang belum terbayarkan, akan diselesaikan setelah 3 Januari 2011, menunggu kepulangan Bapak Heru dari luar kota.
Dengan penjelasan tersebut, akhirnya telah tercapai kesepahaman antara Bapak Heru dengan P Bank, sehingga permasalahannya dapat diselesaikan dengan baik.

Leila D
Executive Vice President
Head, Corporate Affair
P Bank

==============================================================
Ini dari Bank UB minta maaf kepada Nasabah nya, ada di Suara Pembaca Detik.com :

Kamis, 02 Desember 2010 14:03 WIB

Penagih UB Apakah Harus dengan Kata-kata Kasar

Arsayoga - suara Pembaca Jakarta -
Saya pemegang kartu UB baru satu bulan. Sebelumnya kartu tersebut selama dua bulan baru sampai ke tangan saya dengan berbagai alasan dan saya menerima dengan sabar. Kebetulan saya di bulan pertama memang terlambat pembayaran karena sesuatu hal dan sebagian saya kirim setelah ditelepon penagih.

Oleh karena kekurangan tersebut pihak penagih (wanita) dengan gaya bicara tanpa titik dan kata-kata yang menyinggung perasaan saya terus berbicara dengan kasar. Padahal, saya bukannya tidak membayar tetapi terlambat dan ini baru bulan pertama tagihan saya. Namun, seakan-akan sudah puluhan kali saya terlambat.

Sungguh saya sangat kecewa dengan pelayanan ini. Saya sebelumnya banyak mendengar kasus penagih kasar dari UB. Tapi, saya tidak begitu percaya. Ternyata setelah mengalami sendiri saya menjadi percaya sekarang.

Apakah di UB diajarkan demikian untuk kasar terhadap nasabah dan 'ngomong' seenak perutnya? Seharusnya pihak Managemen UB tanggap hal ini dengan berbagai kasus yang sampai ke surat pembaca bukan hanya satu kali dan memperbaiki kinerja ini.

Apakah masih mempunyai agama dan akhlak menghadapi sesama manusia? Harus dengan kata-kata kasar dan teror? Mohon pihak UB bisa memperbaiki ini. Kalau tidak mana mungkin UB menjadi profesional padahal ini seharusnya kualitas internasional bukan?

Arsayoga
Taman meruya Ilir C1/27 Jakarta
sevenwap@gmail.com
021 98516907

Tanggapan Bank UB Terhadap Keluhan Bapak Arsayoga

Arif Yulianto - Kepala Divisi Kualitas Pelayanan -
suara Pembaca/ilus ist. Jakarta -

Kami menyampaikan tanggapan berkenaan dengan surat pembaca yang disampaikan oleh Bapak Arsayoga dan dimuat di www.detik.com pada tanggal 2 Desember 2010.

Kami menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Arsayoga atas ketidaknyamanan yang dialami dan kami telah menghubungi Bapak Arsayoga pada tanggal 3 Desember 2010 untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

UB berkomitmen untuk memberikan layanan yang berkualitas dan sangat menghargai masukan yang diberikan. Apabila Bapak memiliki pertanyaan lebih lanjut, silakan menghubungi UB Call Centre di nomor 14... untuk mendapatkan layanan kami.

Arif Yulianto
Kepala Divisi Kualitas Pelayanan
PT Bank UB

==============================================================