Minggu, 01 Mei 2011

Kekerasan "Debt Collector" Buat Masyarakat Trauma - Koran Jakarta 4 April 2011

Kekerasan “Debt Collector” Buat Masyarakat Trauma

Senin, 04 April 2011
Jasa Panagih Utang l Keluarga Korban Bisa Tuntut Ganti Rugi

JAKARTA – Desakan agar pemerintah membubarkan perusahaan pelayanan jasa pe nagih an utang terus mengalir. Hal itu terkait dengan tewasnya seorang nasabah Citibank yang diduga dianiaya oleh tiga orang debt collector sewaan bank asing tersebut.

Selama ini, cara-cara yang dilakukan debt collector dalam menagih utang semakin brutal dan sudah mengarah kepada tindakan teror.

Cara-cara seperti itu sudah berlebihan dan harus segera dihapuskan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago, pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada Erwan Agus Purwanto, dan pengamat sosial Radhar Panca Dahana ketika dihubungi secara terpisah, Minggu (3/4).

Andrinof mengatakan selain membubarkan perusahaan jasa penagihan utang, pemerintah juga diminta mengeluarkan kebijakan tentang larangan bank menggunakan jasa debt collector dalam berhubungan dengan nasabahnya.

Apalagi, lanjutnya, keberadaan debt collector telah memunculkan persepsi negatif di masyarakat sehingga dikhawatirkan masyarakat akan enggan berhubungan dengan bank.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar penagihan utang kepada nasabah dilakukan langsung oleh pihak bank, bukan melibatkan pihak ketiga (debt collector). Sistem adminstrasi dan komunikasi antara bank dan nasabah harus diperbaiki.

“Ini penting untuk menjaga nama baik bank itu sendiri,” katanya. Agus Purwanto menuturkan kekerasan yang dilakukan debt collector yang disewa suatu bank dipastikan akan membawa dampak buruk bagi bank itu sendiri.

Bank juga tidak bisa lepas tanggung jawab jika penagih utang yang disewanya melakukan tindak kekerasan atau teror terhadap nasabahnya. Radhar Panca Dahana mengatakan munculnya debt collector merupakan indikator dari tidak berjalannya hukum perdata di Indonesia. Semestinya, masalah utang-piutang bisa dituntaskan di tataran ke perdataan.

Menurutnya, adanya utang dan tagihan kartu kredit adalah sebuah risiko bisnis yang harus dijalani pihak bank. Bank Bertanggung Jawab Terkait dengan meninggalnya nasabah Citibank, Irzen Octa, 50 tahun, yang ditengarai akibat dianiaya oleh tiga orang debt collector yang disewa Citibank, pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan keluarga korban bisa menuntut ganti rugi secara perdata di pengadilan.

Pasalnya, kata dia, segala perbuatan penagih didasarkan atas kerja sama yang pertanggungjawabannya tidak bisa dipisahkan dengan Citibank. Tuntutan ganti rugi ini pernah dilakukan oleh salah satu nasabah UOB Buana, Muji Harjo, yang dipukuli debt collector yang disuruh bank itu.

“Dalam kasus tersebut, Citibank dapat dijerat dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” kata dia. Selain itu, tambahnya, tindakan Citibank melanggar Surat Edaran Bank Indonesia (BI). Berdasarkan Surat Edaran BI No 11/10/DASP tanggal 13 April 2009, khususnya halalaman 39 Ayat b, yang menyebutkan bahwa penerbit (bank) harus menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain tidak melakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PBB) yang juga Ketua Tim Advokasi ka sus ini, Doni Baharudin, me nyatakan akan meminta per tanggungjawaban secara ins titusi kepada Citibank terkait meninggalnya Sekjen PPB Irzen Octa di kantor Citibank di Gedung Jamsostek, lantai 5, Jakarta Selatan. Country Corporate Aff airs Head Citibank Indonesia, Ditta Amahorseya, menyatakan manajemen menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada kepolisian. _
frn/P-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar